MADIUN – RI, Erni Biantari Ningsih adalah seorang Ahli Waris dari dua Objek Tanah yang sejak kecil di kuasai oleh saudaranya dan pihak lain karena ketidaktahuan Erni bahwa memiliki dua bidang tanah di Desa Purworejo Kecamatan Geger Kabupaten Madiun Jawa Timur.
“Bapak saya R.Isbandji dan Ibu saya Kusuma Wardani menikah di1964 di Desa Karangwaluh Kecamatan Sampung Kabupaten Ponorogo, kemudian pindah ke Jakarta membawa saya karena Bapak saya waktu itu tugas di Jakarta,” ungkap Erni memulai kisahnya kepada Koran ini Minggu lalu.
“Saya lahir tahun 1965 tapi usia saya baru dua tahun Bapak saya meninggal tahun 1967 dan Ibu saya menikah lagi tahun 1969 sehingga saya tidak tahu persis kalau Bapak saya punya saudara 7 orang di Desa Puworejo. Jadi Bapak saya anak ke 7 dari 8 bersaudara dari anaknya Mbah saya Mbah Sadat,” terang Erni melanjutkan.
“Karena saya sudah dewasa tahun 1988 saya menemuin saudara saya yang selama ini mengurus tanah itu, kemudian saya pindah ke Solo ikut Suami dan tanah itu saya titip ke Pak Nawawi yang masih Ipar Bapak saya. Tapi tanpa sepengetahuan saya tanah milik Bapak saya dengan Letter C 1549 dan Letter C 1708 yang lokasinya dalam satu Desa, tanpa sepengetahuan saya sebagai Ahli Waris Tunggal atas dua objek tanah itu secara tidak jelas di Letter C Desa atas nama Bapak saya R.Isbandji itu berubah gak karuan tanpa sepengetahuan dan ijin dari saya dan Ibu saya sebagai Ahli Waris dan saya terpaksa memproses hukum pihak-pihak yang di duga ikut terlibat dalam peralihan di Letter C itu dan pada tahun 2006. Saat itu Perangkat Desa Sekdes atau biasa di sebut Carek jadi Tersangka karena secara sepihak tanpa ijin dari saya dan Ibu saya yang berhak atas salah satau tanah itu di coret dan berubah ke pihak lain,” ungkap Erni.
”Satu objek tanah lainnya yang awalnmya di Letter C atas nama Bapak saya Almarhum R.Isbandji Letter C juga secara sepihak yang kini di tempati Sekolah SDN 3 Purworejo hingga saat ini padahal dari semua surat-surat yang saya punya saya lah yang yang sah memiliki tanah itu. Jadi semua perubahan status tanah itu apapun itu yang di lakukan orang yang tidak berkepentingan seperti mengaku sudah di jual Ibu saya, kemudian ngaku-ngaku sudah pernah saya jual beli dan, tukar guling atau apapun itu tidak benar sama sekali karena dari sejak Bapak saya meninggal tahun 1967 tidak pernah menjual atau menghibahkan atau tukar guling atau hibah dengan siapapun, itu semua pelanggaran hukum yang akan tetap saya perjuangkan selama saya masih ada karena ini hak saya,” terang Erni.
“Dan lebih miris lagi setelah tanah milik Bapak saya di gunakan utuk fasilitas Pemerintah Deerah berupa Sekolahan dan Rumah Dinas Oknum Tenaga Kesehatan, tapi saat bangunan yang berdiri di tanah milik R.Isbandji di bongkar oleh orang yang memang saya mintai tolong rekan saya yang manggil pekerja tapi dengan menyurati pihak-pihak terkait termasuk Kepolisian justru saya di Pidana dengan Perusakan dalam pasal 406 KUHP tahun 2007 lalu dan saya meringkuk di Rutan Kelas I Madiun hamper 8 (delapan) bulan. Ini sangat Ironis dan tidak manusiawi padahal saya saat itu sedang sakit habis Operasi kandungan,” ungkap Erni prihatin.
Hanya ingin Keadilan atau karma yang akan menimpa pihak-pihak terkait.
“Terkait proses sertifikat tanah yang objeknya sama dengan SDN 3 Purworejo juga saya sayangkan karena setelah saya ajukan proses sertifikat ada lagi yang buat surat palsu yang ngaku-ngaku pernah ada jual beli, tapi tidak ada surat aslinya dan ini semua gak bener dan tidak adil buat saya dan buat Almarhum Bapak saya R.Isbandji. Mungkin ada ada pihak-pihak yang ingin menguasai tanah hak saya dan ingin menggagalkan proses sertifikat saya di BPN sampai sekarang menggantung hampir 16 tahun lamanya sejak tahun 2004 karena ada surat palsu itu sehingga waktu itu ada surat dari Pemkab Madiun yang meminta pemendingan proses sertifikat saya tapi saya masih sabar,” jelas Erni.
“Semua upaya hukum akan saya lakukan untuk mendapatkan keadilan bagi saya dan Almarhum Bapak saya R.Isbandji yang mengamanatkan tanah itu buat saya dan keturunan saya nanti.
Saya juga akan amalkan sebagian hasil tanah saya kalau sebagian saya jual nantinya karena saya juga mendapatkan hikmah dalam perjalan hidup saya demi memperjuangkan tanah warisan Bapak saya segitu perihnya,” ungkapnya sedih.
“Yang jelas saya tidak merampas hak orang lain tapi saya hanya ingin keadilan sehingga saya mendapatkan tanah yang menjadi warisan saya dan apabila ada pihak-pihak atau orang yang iri dan serakah ingin menguasai tanah yang menjadi hak saya biar nanti hukum alam atau hukum karma yang akan berlaku cepat atau lambat. Kalau pemasalahan in sudah selesai dengan baik saya juga berharap arwah Mbah saya dan orang tua saya yang dulu merintis untuk memiliki tanah buat anak cucunya semoga tenang di alam baka sana,” ungkap Erni dengan sedih dan prihatin atas hal di alami demi memperjuangkan haknya tersebut.
Perjuangan puluhan tahun demi Keadilan.
Akibat berlarut-larutmya masalah ini, Koran ini sudah mencoba menemui beberapa pihak di antaranya Kabag Hukum Pemkab Madiun Alif Argianto menjanjikan akan bertemu dengan para pihak setelah lebaran ini usai.
”Kita sudah meminta petunjuk Bapak Sekda dan kita agendakan setelah Lebaran kita rapat, mohon dimaklumi dan saya juga biar gak ada tanggungan (terkait tanah Erni-Red) kalau cepat selesai,” terang Kabag Hukum Pemkab Madiun pada Senin(18/5/20) lalu via pesan WA.
Suprayogi Kepala Desa Purworejo Kecamatan Geger Kabupaten Madiun ketika di temuin Koran ini pada Minggu lalu seakan tidak berdaya atas kasus ini.
“Kalau saya hanya berpedoman di Letter C yang ada sekarang terkait tanah warisan R.Isbandji karena waktu ada perubahan Letter C saat itu tahun 1980 an saya belum menjabat jadi Kepala Desa jadi kalau memang ada Gugatan dari Bu Erni dan ada Perintah dari Pengadilan nantinya saya ikutin saja sesuai putusannya nanti,” ungkap Suprayogi.
Koran ini juga mencoba mengkonfirmasi kepihak BPN dan menemui Rina bagian Sengketa dan Sulistiyono namun hanya menjawab normatif saja soal kasus ini.
“Kalau dari pihak kami kalau tidak ada pihak yang keberatan proses sertifikat tanah Bu Erni pastinya tidak akan mungkin persulit. Harapan kami kalau langkah Hukum Gugatan mau di lakukan Bu Erni itu hak nya Bu Erni,” ungkap Rina tanpa menjelaskan kendala dan data terkait kendala atas proses sertifikat atas tanah warisan milik Erni tersebut.
Pada Sabtu (30/5/202) lalu Koran ini juga mencoba menemuin Mat Toekiran terkait tanah Erni yang tersangkut paut juga dengan kasus ini namun karena kondisi sakit dan tidak bisa berbicara dan tidak bisa duduk Koran ini hanya bisa bertemu dengan putrinya namun tidak memberi tangapan apapun karena tidak mengetahui persoalan tanah tersebut.
Lalu Koran ini ke Desa Rejosari Kecamatan Kebonsari menemui Sumarji Putra Mat Toekiran lantaran saat di undang pihak Desa mengundang pihak-pihak terkait untuk berdialog tahun 2016 lalu terkait tanah Erni tersebut di Desa setempat namun Sumardi hanya mengirimkan selembar surat yang isinya tidak berkenan hadir lantaran merasa kasus tanah dengan Erni sudah selesai di Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung padahal tidak bisa menjelaskan tanah yang menangkan dan nomor objek sengketanya.
“Permaslahan ini sudah selesai di Pengadilan dan sampai Mahkamah Agung dan kami pihak pemenangnya atas Kasus tanah itu,” ungkap Sumardi.
Namun ketika Koran ini mengkonfirmasi lebih rinci surat yang di buat oleh Istri Sumardi tersebut tidak menjelaskan tanah yang mana yang dimaksud dimenangkan oleh pihak Sumardi karena menurut data yang di himpun oleh Koran ini adalah adanya Gugatan pihak Erni pada tahun 2011 lalu dengan nomor Perkara 24/Pdt.G/2011/PN.Kb.Mn saat itu pihak Erni menggugat tanah dengan persil 1549 seharusnya yang benar adalah Letter C 1549 sehingga Gugatan tersebut di duga di awal Gugatanpun lewat penasehat Hukum Erni sudah salah objek sehingga Putusan yang di harapkan Erni pun jauh dari keadilan.seperti yang di harapkan Erni.
Ketika Koran ini kofirmasi berbagai hal atas surat dan atas kasus tanah tersebut sangat di sayangkan justru yang paling banyak komentar adalah istri Sumardi yang secara Hukum tidak mempunyai hak komentar atas kasus itu karena ynag berkaitan langsung adalah Teokiran atau Sumardi bukan istrinya.
Koran ini akhirnya meninggalkan Sumardi kecewa karena kasus yang di bahas tidak singkron dengan yang di pertanyakan Koran ini dengan jawabannya.
Koran ini masih akan menunggu perkembangan kasus ini hingga Erni mendapatkan hak-haknya. (Bds/EBIET/Team).
Tidak ada komentar