PANGKALAN BUN – RI, Menyikapi pemberitaan di Media Online Koranpemberitaankorupsi.com beberapa waktu yang lalu, tentang diduga PT. Pelindo mencaplok lahan PT. KPC, ini pernyataan kuasa hukumnya.
Sengketa lahan ini di kerenakan PT. Kapuas Prima Col (KPC) menggugat PT. Pelindo lll Cabang Kumai yang beralamat Pelabuhan Bumi Harjo Sungai Kalap, Kecamatan Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangkaraya.
Pada hari Jum’at (13/05/2022) Pengadilan Tata Usaha (PTUN) Palangkaraya meninjau lokasi dimana lahan itu di sengketakan.
Berdasarkan konfirmasi General Manager (GM) Pelindo lll Cabang Kumai, Pangkalan Bun, Kalteng di Ruang Kerjanya Rio Dwisantoso memberikan tanggapan, “yang bisa kami jelaskan yang pertama masalah sengketa ini sudah masuk rana Hukum maksudnya sudah di bawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara di Palangkaraya aktifitas kemaren hari Jumat (13/05/2022) peninjauan lapangan dari Majelis Hakim TUN terkait dengan batas – batas yang di gugat sama PT. KPC. Kalau dari Pelindo sendiri, kami menyerahkan semua ke pihak Pengadilan biarlah nanti Pengadilan yang memutuskan, apakah gugatan itu diterima atau tidak. Intinya kami sebagai BUMN kami gak berbisnis dengan cara mencaplok, itu bukan BUMN pak,” kata Rio.
BUMN itu rill apa yang kita keluarkan biayanya itu yang harus kita dapat, itu waktu pembebasan lahan pun itu yang sudah kami beli. Pelindo yang ada di Bumi Harjo itu ada sejak tahun 2001 sedang PT. KPC tahun 2016, jadi kita lebih dulu disana. Bahasanya lahan kita kepakai oleh PT. KPC, harusnya seperti itu sih kalau saya bisa bilangnya,” ujar Rio.
“Dulu waktu pembangunannya juga beberapa GM sama Manager Pelindo sudah mendatangi PT KPC ‘tidak bersurat ya’ mendatangi keberatan atas pembangunannya, setelah itu tidak ada pembahasan lagi. Bahkan tahun 2021 kita pernah ketemu dengan pihak KPC artinya secara tidak langsung mengakui sebenarnya lahan itu milik Pelindo. Sebenarnya ini bukan hanya Pelindo lah, ini punya Negara kami cuman mengamankan aset dari Negara yang untuk di kelola untuk melakukan kegiatan Pelabuhan agar logistik di Kalteng ini khususnya di Kobar ini berjalan cukup lancar,” tambah Rio.
“Pembelian lahan sekitar tahun 2000 dan pembangunan tahun 2001 jadi kita lebih dulu ada, sengketa ini apakah dengan kita aja gak. KPC bisa dangan SAP juga bisa,” imbuh Rio.
“Yang melakukan pengukuran Penatokan ulang itu bukan kita, kita hanya memohon. Artinya yang melakukan Pematokkan kemaren itu adalah dari BPN. BPN mau mengundang atau apa itu Rananya BPN, kita punya sertifikat itu tahun 2001 dulu kenapa kita minta lakukan Pematokkan karena batas – batas bidang lahan kita itu yang dari kayu dan sebagai itu di rusak, di geser dan sebagai ada tindakkan – tindakkan seperti itu. Kita tidak tau siapa yang melakukannya. Intinya kalau tidak ada kepentingan ngapain saja,” ujar Rio.
“Karena ada perubahan disitu kami melakukan untuk dilakukan Pematokkan ulang, jadi dasarnya itu aja Pak. Jadi lahan yang pakai Pelindo itu sesuai dengan sertifikat yang tidak berlebihan Negara berbisnis tidak dengan cara seperti itu ya. Jadi saya kembalikan ke proses hukum saya tidak beropini tidak apa walaupun nanti yang menang kita. Kitapun biasa aja ya memang itu lahan kita, standar aja ya panting tidak Negara tidak di rugikan. Kerena kita tidak pernah matok sendiri, batas hilangpun yang matok itu melalui BPN,” tutup Rio Dwisantoso. (baen)
Tidak ada komentar