MOJOKERTO – RI, Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah KH. Asep Saifuddin Chalim dalam Konferensi Pers di Institute KH. Abdul Chalim (IKHAC) Bendungan Jati Pacet Mojokerto, Minggu Sore (4/4/2021) kembali menolak masalah vaksin Astrazeneca untuk para Santri – santrinya.
KH. Asep mengatakan bahwa Astrazeneca haram digunakan untuk Umat Muslim karena mengandung pankreas babi dan jaringan ginjal janin bayi manusia yang di ambil puluhan tahun lalu.
” Dengan Ihlak, Istihalah, yang tertangkal oleh Intifak, adanya penghancuran, menghilangkan unsur babi bisa menjadi vaksin karena adanya tripsin pada pankreas babi, Intifak keharaman adalah bukti yang tidak bisa dihilangkan pada vaksin yang di buat dari pankreas babi, baru pada pemikiran saja sudah haram apalagi sudah direalisasi pada tubuh manusia,” kata KH. Asep.
“Banyak rumor Astrazeneca tidak mengandung babi, kebetulan di sebelah saya ada Ahli Farmasi yang salah seorang Auditor dan Konsultan produk halal LPPOM MUI Jatim H. Ainul Yaqin, yang akan menerangkan proses awal terbentuknya vaksin,” ucap KH. Asep pada Awak Media.
H. Ainul Yaqin,S.Si, M.Si, Apt., Pakar Farmasi dan LPPOM Jawa Timur menyampaikan kepada Awak Media bahwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat telah menerbitkan Fatwa No. 14 Tahun 2021 tertanggal 16 Maret 2021 yang isinya menyatakan bahwa vaksin Astrazeneca haram karena dalam proses menggunakan tripsin yang berasal dari babi (Procine Trypcin).
” Pada vaksin Astrazeneca terdapat temuan fakta adanya penggunaan tripsin yang di peroleh dari pankreas babi dan berasal dari sel diploid HEK 293 (Human Epithelial Kidney Cells) jaringan ginjal janin bayi manusia puluhan tahun lalu yang terdapat pada tahap penyiapan inang virus dan tahap penyiapan bibit vaksin rekombinan (Research Virus Seed),” jelasnya.
“Sel tersebut di tumbuhkan pada Media Fetal Bovine Serum dengan di beri suplemen, sumber karbon dan bahan tambahan lain antibiotik, enzim tripsin digunakan untuk melepaskan sel dari plate nya, sel ini di jual oleh Thermo Fisher dengan merk T-Rex-293,” tambah Ainul Yaqin.
“Dari Thermo Fisher di perbanyak di CBF, Oxford UK sesuai kebutuhan, kemudian dilakukan proses pencucian, setrifugal, penambahan medium DMEM setelah itu di inkubasi, proses ini di ulang sampai memperoleh sel yang diinginkan,” sambung Ainun Yaqin seorang Pakar Farmasi.
Tetapi menurut Ketua Fatwa MUI Provinsi Jawa Timur KH. Hasan Mutawakkil Alallah menyampaikan pada Media tanggal 22 Maret 2021 menerbitkan Fatwa dalam penulisan yang berbeda bahwa vaksin Astrazeneca tidak najis hukumnya halalan thayyiban, bertolak belakang dengan keputusan Fatwa yang di keluarkan MUI Pusat.
Yang menjadi masalah adalah perbedaan yang terjadi secara terbuka kepada Publik tanpa adanya penjelasan yang cukup sehingga menimbulkan kebimbangan dan kebingungan di masyarakat mengenai vaksin Astrazeneca, lebih – lebih dari Fatwa MUI yang menimbulkan perbedaan bagaimana masalah halal haramnya vaksin ini. (HNH)
Pasuruan , RI – Kapolres Pasuruan AKBP Teddy Chandra, S.I.K., M.Si bersama Ketua Komisi Pemilihan…
KETAPANG, Polda Kalbar ,RI- Dalam rangka menciptakan situasi Kamtibmas yang kondusif pada masa tenang pemilu…
Pangkalan Bun. RI- Jakarta, 25 November 2024 - Kinerja positif ditunjukkan BUMN dengan mencatat kenaikan…
Tulungagung, RI - Pada Hari Sabtu, (9/11/2024) bertempat di Alba Garden Ballroom Tulungagung, mulai pukul…
Pasuruan - RI, Dalam rangka menjalin silahturahmi sesama Anggota Komunitas Nada Memory ( Konamy) hari ini…
SIDOARJO, RI. Sebanyak 1.298 personel Polri mulai digeser ke lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang…