Kelompok Tani BSL Tidak Terima Replas Penjualan TBS, Gugat PT. GMR

Pom py
25 Jun 2024 08:53
Daerah 0 173
3 menit membaca

Lamandau RI, Kelompok Tani Bantaran Sungai Liku (BSL) gugat PT Gemareksa Mekar Sari (PT.GMR), bermula sengketa lahan dan ujungnya berebut lahan sawit, luasan sekitar 3.334 H ditanam PT. GMR, berdasar hasil temuan kphp Sukamara lahannya bersetatus HP dan HPK, dengan luas 3.640 ha ini menimbulkan persepsi dan kontroversi. Kenapa lahan yang statusnya belum jelas bisa dibuka Perkebunan?

Perkebunan sawit menimbulkan kericuhan, sebab memiliki potensi ekonomi, sehingga saling klaim dan muncul kelompok tani dan dibentuk Gapoktan, secara landasan hukum, apakah Gapoktan memiliki legal hukum? ini belum diketahui. Ada Kelompok tani BSL menaungi warga yang memiliki lahan garapan dan ber SKT tidak pernah menerima ganti-rugi yang haknya dirampas.

Melihat persoalan tersebut, Kelompok Tani BSL menempuh jalur hukum terkait replas penjualan dari Januari – Maret 2024 sebanyak 13 Replas dengan alat angkut truck bermuatan 7 ton dengan harga kisaran 2.550/kg
Masyarakat yang tergabung dalam Perkumpulan Tani Hutan (PTH) Bantaran Sungai Liku (BSL) (Penggugat) dan PT.GMR (tergugat).Persidangan dipimpin hakim Tony Arifuddin Sirait dan dihadiri penggugat Maharani Hairul didampingi kuasa hukumnya Jelani Cristo SH MH serta menghadirkan saksi Ikbal dan Irwansyah. pihak tergugat PT GMR diwakili Yunabet (Ebet) selaku asisten manager perusahaan didampingi kuasa hukumnya. Yevgeni Yesyurun SH MH. Persidangan digelar di Pengadilan Negeri Lamandau Nanga Bulik, 24 Juni 2024.

Kuasa hukum Kelompok Tani BSL, Jelani Christo SH.,MH. mengatakan, apa yang menjadi hak Masyarakat BSL sudah seharusnya dibayar, berdasarkan SKT kepemilikan menjadi bukti bahwa lahan itu ada yang memiliki, jangan dirampas hak masyarakat. “Maka dengan gugatan sederhana ini, apa yang menjadi hak orang dibayar jangan dirampas, kembalikan hak masyarakat,”jelasnya.
Damaris, juga kuasa hukum BSL mengatakan sebenarnya alat dasar gapoktan, gemareksa ditunjuk sebagai operator inikan keributan ditengah masyarakat, seharusnya pemerintah daerah Bupati bertindaklah bijaksana sebagai pemimpin, jangan sampai masyarakat mengatakan pemimpin lalim, keributan-keributan ditengah masyarakat tutup mata, tutup telinga, tutup suara. Fungsi pemimpin itu meredam membuat clear kericuhan yang ada dimasyarakat. Pemerintah daerah sudah seharusnya hadir mempertemukan antara Gapoktan, gemareksa, kelompok tani BSL untuk duduk bersama menyelesaikan persoalan ini, “Saya datang dari jakarta melihat persoalan didaerah sangat miris sekali,”ucapnya.

Untuk Kuasa hukum PT.GMR Yevgeni Yesyurun SH MH mengatakan, kenapa ada gugatan, ada badan hukum yang mengatasnamakan BSL, merasa mengklaim untuk menerima pembayaran, tapi sejauh pembuktian pihak penggugat baik dari surat dan saksi tidak ada yang menjelaskan seperti itu, bahkan saksi-saksi mengatakan tidak tahu. Mengenai lahan saksi-saksi mengatakan kenapa gemareksa menjadi operator, sebab ada penunjukan Pemda Lamandau, bukan atas keinginan gemareksa, namun berdasarkan surat penunjukan pemda, gemareksa menjadi operator panen. Kalau gemareksa ada kewajiban membayar ke kelompok tani, apa dasarnya? Seharusnya ada surat perjanjian atau surat penunjukan dari pemda mengenai pembayaran, nah ini tidak ada. Kemudian karena perkara sedang diadili maka tunggu aja keputusan pengadilan, apakah klien penggugat itu terbukti menurut pengadilan, atau sebaliknya bantahangemareksa terbukti, karena perkara ini tidak ada upaya hukumnya, upaya hukum banding tidak ada yang ada upaya hukum keberatan. ” Kami sebagai kuasa hukum gemereksa mengikuti apa yang menjadi keputusan hukum, sesuai bukti,”ucapnya. (RS)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DIGITAL RI EDISI 259

DIGITAL RI EDISI 258

DIGITAL RI EDISI 257

DIGITAL RI EDISI 256

DIGITAL RI EDISI 254

DIGITAL RI EDISI 255

x
x